Man Jadda Wajada
Judul Novel :
Negeri 5 Menara
Penulis :
Ahmad Fuadi
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan IV, Januari 2010
Tebal :
422 halaman
Harga :
Rp 40.000,00
Di pondok
modern Gontor, seorang kiai dan ustadz yang diberkahi ilmu hidup dan ilmu
akhirat Gontor membukakan hati kepada rumus sederhana tapi kuat, “Man Jadda
Wajada,” Siapa bersungguh-sungguh akan sukses. Itulah mantra ajaib yang membawa
Ahmad Fuadi untuk menulis novelnya yang berjudul “Negeri 5 Menara”.
Novel ini
bercerita tentang pengalaman hidup Ahmad Fuadi selepas merantau dari kampung
Minagkabau ke Pondok Modern Gontor, Jawa Timur, yang digambarkan oleh tokoh
Alif. Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah
Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuh di rimba Bukit
Barisan, main bola di sawah, dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba
dia harus melintasi punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur.
Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan
setengah hati dia mengikuti perintah ibunya belajar di pondok.
Pondok modern
Gontor dikisahkan sebagi Pondok Madani (PM). Hari pertama di PM, Alif terkesima
dengan “mantra” sakti man jadda wajada. Dipersatukan oleh hukuman jewer
berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid
dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Basa dari Gowa. Di bawah menara masjid,
mereka menunggumaghrib sambil menatap awan lembayung yang berarah ke ufuk.
Awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Ke mana
impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah jangan pernah
meremehkan impian walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Banyak
pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik dari tiap klimaks masing-masing
tokoh. “Kalian tahu aku sudah habis-habisan mencoba menghafal Al-Qur’an sudah
selama ini, aku baru hafal 10 juz, atau sekitar 2000 ayat. Aku ingin semuanya,
lebih dari 6000 ayat. Tahukah kalian, ada sebuah hadist yang mengajarkan bahwa kalau
seorang anak menghafal Al-Qur’an, maka orang tuanya akan mendapat jubah
kemuliaan di akhir nanti. Keselamatan akhirat buat kedua orang tuaku...” Dia
berhenti. Kilau tadi akhirnya luruh. Menyisakan jejak basah di pipinya.
Sungguh
menggetarkan hati membaca kalimat tersebut. Begitu lihainya Ahmad Fuadi dalam
merangkai kata sehingga membawa kita tenggelam dalam cerita. Novel ini seperti
menyuntikkan energi semangat dalam usaha kita meraih impian. Bagi yang belum
memiliki impian, maka akan memiliki mimpi, dan memberi kekuatan tersendiri
untuk membuat mimpi itu nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar